Hari demi hari berlalu. Banyak hal-hal yang kualami belakangan ini, namun aktivitas menulisku semakin padam. Bahkan untu sekadar menulis blog pun tidak sempat. Tidak sempat? Ah itu hanya alibi, akal-akalanku saja. Sebenarnya aku punya banyak waktu untuk menulis, namun entah mengapa kata-kata dalam kepalaku seakan membeku, tak seperti dulu yang bisa mengalir seperti air sungai di musim penghujan. Semenjak tulisan fiksi yang kukerjakan bersamaan dengan skripsi yang kukirimkan pada penerbit ditolak, aku enggan untuk meneruskan aktivitas yang pernah kuanggap sebagai passionku. Tampaknya kini harus kupikirkan kembali makna passion itu, apakah benar itu passionku? Apakah benar saat menjalaninya aku benar-benar seperti menemukan duniaku? Aku terus bertanya untuk menemukan jawabannya.
Beberapa hari yang lalu aku membaca ulang notes-notes di facebookku. Membaca
postingan notes beserta komentar-komentar teman-teman memberikan semangat
tersendiri buatku. Lucu sekali mengingatnya. Saran mereka, tanggapan mereka
tentang karya yang pernah kubuat, baik berupa cerpen, puisi bahasa prancis
ataupun kontemplasi dari hal-hal sederhana sehari-hari. Sungguh aku rindu
saat-saat itu, saat-saat di mana aku masih sering melakukan diskusi sastra
bersama kawan-kawan komunitas pegiat sastra, mata pena, LPM Mimesis ataupun
klub penulisan di himpunan.
Kebekuan dalam otakku belum juga mencair, hingga suatu hari aku membaca
blog salah satu kawan terbaikku yang memang lihai dalam menulis. Kerinduan itu
membuncah lagi, dan kemudian aku membaca sebuah novel yang memang kuakui, diksi
dan tata bahasa yang digunakan penulisnya sangat menggelitik syaraf kata-kata
di kepalaku untuk menulis. Memang benar, stimulus untuk menulis adalah dengan
membaca. Semakin banyak dan sering kita membaca, semakin banyak pula stok
kata-kata yang ditampung di kepala kita, tinggal otak kita ini mampu menginstruksikan
pada jari-jemari untuk merangkainya menjadi kalimat demi kalimat. Aku pun masih
menyimpan naskah novel yang belum selesai, entah mau kubawa ke mana rasanya
rasa percaya diriku menguap.
Demikian juga saat ini, di pertengahan 2014 ini, banyak hal yang seharusnya
mulai aku persiapkan, namun tak kunjung kueksekusi. Ada banyak rencana di
kepalaku apa yang akan kulakukan di 2015 mendatang dan di sisa 2014 ini rasanya
tak ada hal yang ingin kukejar layaknya tahun lalu. Tahun ini aku menyebutnya
zona nyaman. Sebenarnya aku tak terlalu suka dengan keadaan di zona nyaman
karena tantangannya lambat-laun mulai menurun bahkan hilang. Rasanya tak ada
yang membuatku bersemangat dan berapi-api. Aku takut terlena dalam buaian
kenyamanan yang ketika nanti kita harus keluar dari zona itu, kita akan merasa
berat. Aku tak ingin berlama-lama dalam zona nyaman ini, aku ingin petualangan
yang mampu membuat dadaku berdesir dan mataku berkilat-kilat penuh semangat.
Ketika melihat kawan-kawanku yang sukses meraih impiannya di usia muda, aku pun
turut bahagia sekaligus ingin seperti mereka. Aku tak ingin menyia-nyiakan
waktu yang diberikan Tuhan padaku ini dengan hal yang sia-sia. Aku tak pernah
tahu kapan waktu dalam dimensiku akan berhenti. Aku ingin kembali berkarya. Menyemarakkan
lagi dunia literasi. Semoga masih ada kesempatan untukku. Semangat Anna
Semangka !
18062014
.
No comments:
Post a Comment