Gerimis masih akrab
dengan sore.
Mendung murung tak
kunjung sirna.
Seorang anak laki-laki
menyeberang halte terminal.
Wajahnya lelah.
Tas ransel tersampir
di pundaknya
Sepatu kets kaus kaki
putih membungkus kakinya yang tertatih
Di tangannya, setoples
uang logam terkumpul
Bergemerincing saling
beradu
Ia berjalan terburu-buru
Menuju becak yang baru
saja kutumpangi
Hujan masih turun
Wajah anak itu
menandakan hal yang kontras
Ia tak seperti halnya
yang terlihat
Ia orang dewasa
yang terperangkap dalam raga anak-anak
Ia memaksa
menaiki becak
Orang-orang di
halte memperhatikannya
Pak becak
terlihat enggan mengangkutnya
Pak becak
memarahinya
Menyuruhnya turun
Ia tetap tak mau
turun
Ia bersikeras
untuk duduk
Pak becak
mengatakan ia tak punya uang
Ia memberontak, “Aku
punya uang”
Dikeluarkannya toples
berisi uang logam itu
Pak becak masih tak
mau
Ia bilang uang itu tak
cukup untuk mengantarkannya
Ke tempat tujuan
Pak becak bersitegang
dengan si anak
Beberapa orang
membantu pak becak menurunkan si anak
Si anak, tak ada
yang menolong
Usahanya bertahan
sia-sia
Pak becak marah-marah
dalam basah kuyup
ia memilih pergi
mencari pelanggan lain
si anak
ditinggalkan
ia berjalan
sambil menggerutu
tak tentu
bis yang kutunggu
datang
si anak
menghilang
entah pergi ke
mana
entah pulang ke
mana
ia seorang diri
orang-orang tak
ada yang mau mengerti
atau memilih
untuk diam mengamati
mengasihani dalam
hati
Dan hujan...
Ia masih saja terus
turun
Bersama cerita yang
terus bergulir
23122013