Perjalanan hidup ini seperti orang berlomba lari ya... Diawali dengan lari
– lari kecil hingga lari cepat untuk mencapai tujuan hingga akhirnya berhenti
pada satu garis akhir. Di mana kelelahannya akan terbayar lunas jika kita
memenangkan lomba tersebut. Dalam perjalanan mencapai garis akhir tersebut, ada
kalanya kita harus berjalan perlahan – lahan karena kelelahan dan kejenuhan
yang mendera sebelum kita akhirnya harus benar – benar berhenti. Kelelahan yang
terjadi karena kita terlalu berkonsentrasi menatap ke depan tanpa memperhatikan
kondisi raga yang rindu akan istirahat.
Dalam fase “berjalan” tersebut,
kadang kita merasakan suatu kedataran yang tak berwarna. Secuil asa pun
mengajak alam pikiran untuk “bermain-main” ke masa lalu. Mengenang masa – masa di
mana kita merasakan kebahagiaan, kebersamaan, kejayaan dan hal – hal yang
membuat kita merasa nyaman untuk mengenangnya. Namun waktu adalah waktu. Tak bisa diulang, selalu berjalan linier,
tak ada percepatan, tak ada perlambatan : konstan. Perjalanan ke masa lalu
memang suatu hal yang mengasyikkan, namun jangan sampai keasyikan tersebut
membuat kita lalai, terjerembab dalam kisah masa lalu sampai melupakan masa
kini apalagi masa depan karena sekali lagi, waktu terus berjalan tanpa mau
berkompromi.
Bagiku, perjalanan ke masa lalu seakan menyadarkanku bahwa apa yang terjadi
saat ini adalah akibat dari mimpi – mimpi dan harapan di masa lalu. Memang tak
semua harapan itu terwujud saat ini, tapi aku percaya suatu saat nanti akan
terwujud. Namun ada kalanya hati jadi miris ketika beberapa harapan akhirnya tak
dapat terwujud. Dengan berat hati, kubuat tanda silang untuk mencoretharapan itu dari daftar harapanku dan
menggantinya dengan harapan yang lain.
Entah mengapa melihat ke masa lalu juga bisa memberi suatu stimulasi
optimisme pada batin kita. Menunjukkan sejauh mana kini kita telah
melangkah, Menunjukkan bahwa kita di sini sebagai wujud mimpi – mimpi dan
pilihan yang telah kita ambil di masa lalu. Dan seperti dikutip dari quote
Harun Yahya, bahwa tak ada sesuatu yang terjadi secara kebetulan di dunia ini.
Oleh karena itu, masa depan
adalah akibat dari mimpi – mimpi kita. Rangkailah mimpi – mimpi itu.Tuangkanlah
mimpi – mimpi itu dalam sebuah daftar mimpi. Saat kita lelah dan ingin
menyerah, tengoklah kembali daftar itu. Apakah kita telah mencapainya? Jika
belum, siapkan stok semangat dalam hatimu dan bilang pada hatimu, sudah siapkah
kita berlari lagi? Dan hati, akan menyuruh otak untuk menstimulasi dan
menggerakkan organ – organ tubuh yang lain untuk segera berlari lagi dan
membuat mimpi tak hanya sekedar mimpi.
Aku
bersyukur sekali bisa membelinya, membacanya dan yang paling penting, mengambil
banyak pelajaran di dalamnya. Dalam buku ini aku menemukan suatu kekuatan yang
memang menjadi tagline dari buku ini “Man shabara zhafira” : Siapa yang sabar
akan beruntung. Ya, seperti yang ditulis oleh Bang Fuadi bahwa ternyata
“mantra” Man jadda wajada saja tidak cukup untuk menghadapi kenyataan hidup
yang semakin keras ini. Perjalanan hidup Alif yang sangat berliku dan membutuhkan
perjuangan keras ini secara tidak langsung menggelitik hatiku, mempertanyakan
kekuatan tekadku, menyadarkanku bahwa apa yang aku lakukan saat ini masih
sangat jauh dibandingkan dengan apa yang telah ia lakukan. Dalam beberapa hal kami memiliki kesamaan (aku dan alif.red) Alif
suka menulis dan juga kegiatan jurnalistik, aku juga. Alif suka hal – hal
berbau bahasa , aku juga. Alif tidak pandai menari apalagi menyanyi, dan hey
aku juga. (-_-)!
Namun demikian
aku merasa malu pada sosok Alif. Diceritakan bahwa meskipun pada saat Alif
belum memiliki computer namun ia dapat membuktikan bahwa tulisannya berhak
muncul di media massa baik lokal maupun nasional. Dengan perjuangan yang tak
putus – putus walau putus asa kerap mengahadangnya saat berguru pada Bang
Togar, seniornya, Aku merasa malu. Saat ini boleh dikatakan aku telah memiliki
fasilitas yang cukup untuk menulis, namun takk satupun karyaku pernah menang
sayembara apalagi masuk media massa. Aku, yang kata orang yang aku sayangi,
kurang memiliki kekuatan dan kepercayaan yang kuat, begitu mudahnya merasa
lelah dan menyerah. Karakter Alif benar – benar membangunkan gelegak kekuatan
hati yang sempat mati suri dalam diriku. Yang paling menohok adalah saat
Alif mengeluh tak ada ide dan gairah menulis. Bang Togar mengatakan bahwa ia
sedang malas. Sampai akhirnya mereka tiba di tempat perkampungan kumuh berjuluk
“Rumah Sakit malas”. Dengan melihat perjuangan keras mereka, orang – orang tak
berpunya itu, rasa malas itupun sirna. Yeaahh..semoga bisa aku praktikkan untuk
mengatasi masalah klasikku selama ini.
Berbekal MAN JADDA WAJADA (Siapa yang bersungguh – sungguh
akan berhasil) dan MAN SHABARA ZHAFIRA (Siapa yang sabar akan beruntung) Alif
benar – benar berjuang menggapai impian masa kecilnya untuk menginjakkan kaki
di benua yang ditemukan oleh Columbus itu. Ketika semua orang menyangsikan
kemauan kerasnya, ia tertantang untuk membuktikan pada mereka bahwa dengan
berusaha keras, berdoa dan sabar ia mampu menggapainya.
Pendeskripsian tentang kegiatan mahasiswa di luar negri juga
sedikit memberikan pandangan buat kita yang mau belajar ke luar negri,
pencarian beasiswa, tinggal di rumah angkat, setting tempat yang “gue” banget.
Aku jadi ingin ke Kanada!! :D France….. Canada…I’m coming!!! ^^
Ehm… yang terakhir mengenai jodoh. Sakit banget kalau
ternyata kita kalah cepat dalam mengutarakan perasaan pada orang yang kita
cintai, apalagi kalahnya dengan sahabat sendiri. Olala…
Tapi dengan man shabara zhafira , Alif pun akhirnya
mendapatkan seorang istri yang benar – benar bisa menjadi partner hidupnya.Yang memiliki hobi dan passion yang sama. Mereka berkeliling dunia.. Sugooiiii :>
23042011
*ps : beberapa bulan kemudian aku bertemu dengan Bang Ahmad
Fuadi dalam acara talkshow di kampusku. Senang sekali rasanya bisa bertatap
muka langsung, mendapat banyak informasi tip dan trik mendapat beasiswa,
mendapat cerita pengalamannya, berfoto, mendapat tanda tangan serta berbincang
singkat dengannya. thanks God
Kerinduan
itu datang lagi. Menusuk bagai pisau belati. Hingga hati terasa tercabik -
cabik. Perih, kala nama itu kembali terngiang, terkenang, dan terbentang dalam
ingatan. Menyalakan kembali dian dalam diriku yang telah kupadamkan agar tak
meleleh, agar tak habis dihisap api.
Desir
angin, debur ombak, kilau pasir putih, kicau kawanan burung – burung serta semburat
jingga di batas horizon yang masih enggan untuk digantikan kelamnya malam masih
setia menemaniku berkelana ke masa lalu. Masa di mana kami selalu bersama, baik
sedih maupun senangwalau tak banyak
kudengar kata – kata terucap darinya. Ia yang selalu terlihat tegar, setegar
karang di tepi pantai meski badai dan ombak kerap kali menghempasnya. Ia yang
selalu patuh pada ibu, sepatuh matahari terhadap titah penciptanya meski tak
sejalan dengan keinginan hatinya. Ia adalah Samuderaku, Samudera kami semua.
Masih
tetap kupandangi lautan lepas di hadapanku. Tak berujung. Seperti halnya cinta
ibu padanya. Ibu, wanita berusia 45 tahun itu kini harus menghidupi aku, buah
hati satu – satunya yang lemah. Ibu yang tak pernah mengeluh, Ibu yang selalu
menolak jika kuajak pergi ke pantai. Pantai, laut dan segala sesuatu yang
berhubungan dengannya membuat ibu teringat kenangan pahitnya. Aku ingat, ibu
pernah bercerita bahwa ayahku yang seorang angkatan laut, meninggal dalam
melaksanakan tugasnya di Samudera Hindia. Alangkah tragisnya! Ketika itu aku
masih sangat kecil dan tak ada satu pun kenanganku bersama ayah. Aku hanya mengenal
ayah dari cerita ibu dan foto – fotonya. Wah, ayahku ternyata tampan. Mirip
sekali dengan kakakku, Samudera.
Hmmm…
SAMUDERA. Kutulis besar – besar barisan huruf membentuk namanya di pasir.Lagi – lagi hatiku ngilu mengeja namanya. Rasanya
seperti ada sepi yang tiba – tiba hadir menyeruak tanpa permisi. Semua hening
sejenak. 5 detik kemudian,Wuuuusss….. Kudapati barisan huruf – huruf itu telah
rata dengan pasir yang lain. Dihapus ombak sampai tak berbekas.
***
“Tidak!! Ibu tidak akan
mengizinkanmu pergi. Ibu tidak merestui, Nak!”
Aku tersentak oleh teriakan ibu.
Kuhampiri ibu dan Kak Sammy, panggilan Kak Samudera, yang saat itu berada di
ruang makan. Kulihatraut wajah ibu
menegang dan butiran bening membasahi pipinya. Aku hanya diam.
“Ambil saja pendidikan dokter. Ibu
yakin kau bisa. Itu lebih baik untuk masa depanmu.”
“Tetapi aku tidak menyukainya.”
Ada getar dalam suaranya. Tanda ia
menahan emosinya.
“Cobalah dahulu. Cobalah untuk
menyukainya.”
Ia menghela napas dalam – dalam. Tak ingin berlama – lama
dalam situasi yang tidak nyaman ini, ia memilih untuk mengakhiri perbincangan
itu, mengambil kertas formulir di atas meja dan masuk ke kamarnya. Formulir
pendaftaran akademi militer angkatan laut, kuintip sekilas. Aku bisa mengerti.
Ibu tidak ingin kehilangan lagi. Ibu tidak ingin cerita yang sama terulang
lagi. Namun ibu lupa, nasib manusia berbeda – beda. Semuanya telah ada yang
mengatur dengan skenario terbaik. Yah…Ibu terlalu hanyut dalam elegi masa lalu.
Itulah
Samudera. Hatinya yang seluas samudera lebih baik mengalah daripada melihat ibu
menangis. Baginya mengalah lebih baik daripada memperpanjang masalah. Di usianya yang sudah 18 tahun ini, ia telah
berubah menjadi lelaki dewasa yang memprioritaskan keluarganya. Tegar,
berwibawa, patuh dan santun.Kak Sammy
sangat menyukai pantai, laut, samudera dan segala sesuatu yang berkaitan dengan
itu. Lebih – lebih lagi karena namanya. Sesuai saran ibu, ia melanjutkan ke
universitas ternama di kotaku dan mengambil jurusan pendidikan dokter. Tak
diragukan lagi. Prestasinya selama 1 tahun luar biasa cemerlang. IP nya selalu
cumlaude. Namun sayang, ia tak terlalu membuka diri dalam pergaulan di
kampusnya. Cenderung dingin dan tak peduli masalah sekitarnya.Satu – satunya sahabatnya yang kutahu adalah
Bara. Bara yang tak terlalu pandai namun sangat menyenangkan dan pandai
bergaul. Aku heran, mengapa ia bisa cocok dengan Kak Sammy?
Ibu bangga. Ibu tersenyum. Aku pun tersenyum. Namun tanpa kami
sadari, Kak Sammy menangis seorang diri di dalam kamarnya. Ia sudah tidak tahan
lagi. Batinnya memberontak. Ia tak pernah menemukan rasa
bernama bahagia dan puas dalam hidupnya selama setahun ini. Selama itu ia mencoba bertahan. Mencoba melakukan sesuai wejangan ibu dengan sepenuh hati. Namun
hatinya tetap tak bisa dibohongi. Ia tak bisa menikmati semua ini. Ia frustasi.
Ia hanya mampu menyimpannya sendiri tanpa mau berbagi. Ini bukanlah dunianya
karena laut telah lebih dulu memanggil – manggilnya jiwanya.
Puncaknya, ia pergi dari rumah tanpa pamit. Bara
mencarinya kesana - kemari, tetap tak ketemu. Aku tahu ke mana ia pergi. Pasti
ke pantai. Kami mencari ke semua pantai terdekat. Hmm .. NIHIL! Kami nyaris
putus asa. Sudah 4 hari ia pergi tanpa kabar. Hanya secarik
kertas berisi pesan singkat yang sedikit terbakar di ujungnya. Ibu semakin khawatir membaca pesan singkat itu. “Sudah
saatnya mengakhiri semua ini. Sekarang atau nanti akan sama saja. Lebih lama
bertahan justru akan semakin tersiksa.”
Ibu tak bisa tidur memikirkannya. Kata – kata itu telah menggerogoti
semangat ibu. Ibu tak mau makan. Aku sedih. Aku hanya bisa mendoakannya agar
segera kembali pulang.
Hari ke-5 setelah kepergian Kak
Sammy,
“Toktok..tok..
Assalammu’alaikum.”
Sosok
tinggi tegap dengan rambut nyaris gundul datang bersama seseorang yang sudah
sangat kami tunggu – tunggu kedatangannya. Aku segera menyambutnya dengan penuh
kelegaan. Aku yakin ia tak akan melakukan hal senekat itu. Ia adalah kakakku
yang paling tegar.
Laki
– laki tinggi tegap itu adalah teman ayahku semasa menjadi angkatan laut.
Ternyata selama beberapa hari ini Kak Sammy tinggal di rumahnya. Namanya Pak
Rangga. Kulihat ibu, Kak Sammy dan Pak Rangga berbincang – bincang cukup serius
di ruang tamu.Setelah melewati
perbincangan yang cukup lama, ibu menghela napas dan mengangguk pelan tanda
setuju. Alangkah bahagianya kakakku yang tampan itu. Ia mencium tangan ibu lalu
memeluknya. Kulihat Pak Rangga juga tersenyum lega. Kak Sammy pun memelukku
dengan mata berbinar – binar dan senyuman cerah. Telah lama kuingin melihat
wajah itu. Tak ingin lagi kulihat wajahnya yang selalu murung dan redup. Aku
ingin dia hidup dengan sebenar – benarnya hidup.
Ia
menulis beberapa kalimat dalam buku catatanku. Ia pergi pagi – pagi tanpa sempat mengucapkan perpisahan.
Ia hanya tak ingin mengusik mimpi indahku. Benar saja, saat itu aku benar –
benar mimpi indah.
“Dinda sayang, saat ini Kakak benar
– benar telah bebas. Kakak pergi bukan karena tak sayang pada kamu dan ibu.
Kakak sangat sayang pada kalian. Kalianlah harta Kakak yang paling berharga.
Kakak hanya ingin mengejar mimpi. Anggukan ibu kemarin adalah pelepas borgol
dalam hati dan pikiran Kakak selamabertahun - tahun. Laut telah memanggil jiwaku.
Jaga diri baik – baik. Ikuti kata hatimu selama itu benar. Kamu adalah
mentariku yang selalu menghangatkan hari – hariku.
Samudera yang sedang berbahagia.
Aku
terharu membacanya. Semoga kau baik – baik di sana Kak.
Keesokan harinya,
Sebuah
panggilan telepon membangunkanku dan ibu. Beberapa menit setelah mengangkat
gagang telepon, ibu menangis sesenggukan. Ia segera berlari menghampiriku yang
masih di tempat tidur. Ia menangis sambil memelukku. Terbata – bata ibu
menceritakannya padaku. Berita itu bagai mimpi buruk yang berlanjut di dunia
nyata. Tangisku pun tak sanggup dibendung lagi. Sementara itu, di luar hujan
turun dengan deras. Alam pun ikut berduka. Seorang samudera telah pergi dan tak
kembali.
***
“Mentari!”
Aku terperanjat. Panggilan ibu
menyeretku kembali ke alam nyata. Ternyata aku sudah lama duduk di sini. Tak
kusadari matahari telah bersembunyi di balik peraduannya. Siap berganti dengan
malam beserta kawanannya, bulan dan bintang – bintang.
“Sampai kapan kau mau terus duduk di
situ? Ayo Bara bantu ibu menuntun Mentari ke kursi roda.”
Ibu dan Bara membantuku kembali ke
kursi roda. Tak terasa sudah 10 tahun sejak peristiwa pilu itu. Kini aku sudah
berusia 26 tahun. Kini kami tak lagi tinggal berdua. Bara telah resmi menjadi
anggota keluarga kami. Akhirnya aku tahu mengapa selama ini Bara begitu dekat
dengan Kak Sammy. Ternyata ia ingin sering – sering bertemu denganku. Hehehe.
Ia tak peduli aku selalu menggunakan kursi roda untuk berpindah tempat. Namun
demikian, ia merasa sangat beruntung mengenal Kak Sammy. Ia telah banyak
belajar dari kakakku.
Saat ini kami sedang berlibur di sebuah villa di tepi
pantai. Ibu tak pernah paranoid lagi terhadap laut. Ibu telah sadar bahwa tak
pantas ia menyalahkan apapun. Ini adalah kehendak-Nya. Lagipula kematian Kak
Sammy bukanlah di laut tetapi di darat. Kematian dapat menjemput siapa pun di
mana pun. Walau demikian aku bahagia, Kak Sammy menghadap pada-Nya dalam
perjalanan untuk menuntut ilmu yang sesuai dengan kata hatinya. Tanpa adanya
keterpaksaan, tanpa adanya beban kehidupan dan kini ia telah temukan kebebasan
yang telah lama ia damba – dambakan.
“Meski
ia tak lagi bersama kita. Meski ombak menghapus namanya. Namun ia kan selalu
ada dalam hati ini.”Ibu dan Bara serempak mengangguk sambil tersenyum mendengar
kata - kataku.
(super rempong, super
sibuk, super gila, super duper yummy *eh)
Menjadi bagian
dari himpunan mahasiswa jurusan merupakan salah satu keinginanku ketikamenjadi maba pada 2009. Kenapa? Karena aku
pikir aku bisa berorganisasi dengan orang – orang yang memiliki minat yang sama
pada bahasa prancis, dan itu sangat mengasyikkan bukan? :P Mengembangkan kemampuan berbahasa prancis
dengan berbagai kegiatan. Tapi sayang,sepertinya ekspektasiku terlalu tinggi,
terlalu muluk – muluk untuk menjadi kenyataan. Himpunan jurusanitu digabung dengan sasjep dan sasing. Nggak
jelas juga ngapain. Dan akhirnya malah tidak terlihat eksistensinya. Ya
sudahlah! Aku tak peduli.
Pertengahan 2010 merupakan suatu awal bagi kami, mahasiswa sastra
prancis untuk membuktikan eksistensi kami melalui Multikomparasi IMASPI 2010.
Acara pertama kami ini nggak tanggung – tanggung langsung berskala nasional dan
diadakan selama 6 hari berturut- turut
dengan peserta perwakilan dari universitas yang memiliki jurusan bahasa prancis
se-indonesia. Pokoknya kita banyak belajar lah dari event ini. Terima kasih
banget buat mas yayan surayan (kapel multikom) yang udah bisa menyatukan antar
mahasiswa sastra prancis yang sebelumnya nggak saling kenal, padahal udah
hampir 1 tahun lho. hihihi. :D Thanks you so much to mas Suta (co acara) :
Really grateful to have working with you. Nice experience with nice team : troa, zaki, indri, mbak lina, mas
aviv, mbak nana. :D
Merci beaucoup
aussi pour tous les committees de Multikom et tous les participants J vous etes super !
Akhir 2010 kami berkiprah lagi melalui BON COURAGE!! 3.
Ibaratnya kami mulai membangkitkan lagi acara ini yang sempat vakum selama 3
tahun. Jujur saja, waktu SMA aku pengen banget ikut lomba berbahasa prancis
tapi jarang banget. Hiks! Makanya tahun ini, mumpung dikasih kesempatan buat
ngadain, aku dan teman – teman dengan berusaha untuk menyelenggarakan acara
ini. Dan yaaahh…lagi – lagi kami bisa belajar banyak dari sini. Makasih buat
mas Hasan yang udah memberikan kepercayaan buatku untuk jadi sekretaris.
Hihihi. Selama 3 bulan kita mempersiapkan acara ini, mungkin masih jauh dari
kata sempurna,, tapikita seneng banget
lega banget akhirnya, Voila!kita
berhasil melaksanakannya kan?? Merci beaucoup buat panitia Bon Courage!! 3 :D
dan juga parapesertanya.
Tampaknya
perjalanan kami nggak berhenti sampai di sini. Awal 2011, Himpunan
mahasiswa mulai dipisah dan kami harus membuat proposal, program kerja dan lain
– lain. Entah rasanya apes banget gitu ya.. tiba – tiba aja si mas Duduwi
Muntaha yang sok iyee itu, :P nunjuk aku jadi ketuanya. Aku nggak mau! Trauma
jadi ketua! Pas SMA, aku masih merasa gagal menjadi ketua PCC. Jadi aku nggak
mau. :P
Setelah melalui perdebatan yang panjang akhirnya..yak
dapatlah saya sebagai tumbal selama 1 tahun. =.= Mulailah kami menyusun rencana
demi rencana untuk mengembangkan potensi mahasiswa sastra prancis ke depannya
dengan membuat kegiatan- kegiatan yang diharapkan membuat kami semakin akrab
dan kreatif. Cieeee.. :D
Sungguh ya aku mohon maaf banget buat sahabat – sahabatku
yang secara sepihak kutunjuk sebagai pengurus. Habis…aku bingung,, jumlah
angkatan 2009 sastra prancis bisa dihitung dengan jari. Pour Miftahul Jannah,
Indri Novita Sari, Zaki Mursidan Baldan, Sandi Joko Lelono, Tri Sutrisno,
Praditya Dian Tami Anggara dan Achmad Yudhistira Satriatama : Merci beaucoup
sangaaattt buat dedikasi kalian terhadap himpunan ini yang walaupun pada
awalnya kalian merasa terpaksa. Makasih banyak buat kerjasamanya selama ini. Mohon
maaf aku belum bisa jadi patron yang baik T.T #terharu
Nggak ketinggalan juga buat adik – adikku angkatan 2010 :
Ario, Trias, Dita , Feri, Kashika, Tria, Suci, Tania, centa, Cecil, Nita,
Fitri, Gazi, Yosua, Sulis, Anggre, Indah, Ina, Bie, Puput, Putri, Vita, Radik, Meli,
Atika, Kiwir, Ocy, Retno, Riris. Makasih banget udah bantuin aku mewujudkan
proker – proker ku T.T #terharu lagi . Mohon maaf atas salah2ku, mungkin ada
perkataanku yang bikin kalian tersinggung.
Yaaa….pokoknya aku nggak akan bisa menjalankan proker 2
himpunan kalo nggak ada kalian semua. Senior2 juga : mas Satria, mas yayan, mas
dudu, mas hasan, mbak jeje, mas riszky, mas aviv, mas Christian, mas suta. Dan
semua teman2 yang nggak bisa kutulis satu per satu… :D
Aku pengen flashback ke kegiatan2 yang udah kita lalui nih:
-Parade budaya : April 2011. yang dikoordinatori
ama yudhis.
Seru – seruan maen petanque, bikin stan sampe malam2, masih ingat l’arc de
triomphe kita? Hahaha…. Good job rek! ^^b meskipun akhirnya banyak
menelan korban kepala. Hihihi. Tahun depan lebih dimaksimalin. Menara Eiffel
mini yang menyala warna kuning stabilo, lomba kostum antar angkatan yang seru
banget! :D makan pancake ama crepes, trus tampil nyanyi di parade budaya. Tous
sont amusants! X)
-Le Spectacle : September 2011 yang
dikoordinatori ama feri.
Ini adalah acara pertama himpunan kita dan menumbalkan feri sebagai
kapelnya. Wkwkwk.
Acara
yang konsep awalnya kolaborasi teater ama paduan suara ini sebenarnya pengen
ditampilkan di perpus umum ama di ruang sidang pada bulan Juli. Tapi apa
daya.....karena liburan,,akhirnya banyak yang udah pada pulang kampung dan
akhirnya ditunda. Masalah tempat juga, di perpus umum sudah kena blacklist
terus balai sidang...sudah disulap menjadi labirin kelas. Nasib....nasib. Ya
sudahlah,, demi kelancaran acara karena kebetulan pada saat itu penampilan
talents juga belum maksimal, ada baiknya jika ditunda setelah liburan semester
yang digabung dengan libur hari raya. Fiuuuhhh... saya sebagai kahim merasa
gagal dalam membimbing panitia L . Tapi aku belajar banyak untuk
memperbaiki kesalahan2 ku tersebut. Namun pada saat tampil : CAPCUS !!
:D meskipun ada kekurangan dalam beberapa hal tapi yaa..bisa dibilang cukup
sukses untuk acara pertama. Tahun depan
bikin yang lebih seru lagi yaaa.. J
Makasih
ya Feri, panitia spectacle dan para talents :D
-La
Journee amicale : September 2011 yang dikoordinatori oleh Ario
Waahhh...seneng deh waktu lihat maba – maba sastra prancis yang jumlahnya
meningkat tahun ini,,yaaa meskipun masih termasuk sedikit sih emang kalo dibandingkan
dengan maba – maba prodi lainnya. Tapi aku percaya kualitas itu lebih penting
daripada kuantitas. Meskipun kita Cuma sedikit personil yang penting harus
punya kualitas yang bagus! :D
Seruuuuu
banget acara yang baru pertama kali diselenggarain tahun ini. Ada outbond
juga,,yang walopun sederhana tapi tetep seru dan rame. Acara ini harusnya gak
Cuma diadain 1 kali dalam setahun,,kalo bisa sih berkala kayak student
day,,biar antar angkatan bisa semakin akrab. Hhihi. ^^v.
Yaaaaaaa.....akhirnya
pada 3 Desember kemarin kita berhasil mewujudkan Bon Courage 4! Meskipun
berat,,banyak konflik di sana sini tapi akhirnya acara ini berhasil diwujudkan.
Selamat buat para pemenang, peserta, dan para panitia Bon Courage 4 oia dan
juga nggak lupa para jurinya. :DBAnyak perbedaan antara Bon Courage tahun ini ama tahun2 sebelumnya. Baik
konsepannya,, lombanya...sampai hadiahnya. Oia tempatnya juga,,biasanya kita di
ruang sidang,,tapi sekarang di lobby rektorat. Well, dari sini aku harap teman2
bisa banyak ambil pelajaran,,yang udah baik diterusin..yang tahun ini belum
baik, tahun depan diperbaiki. Jangan sampai habis ikut panitia acara ini temen2
Cuma dapet capeknya ajaa...hehehe.
The
Last event : Mu-France, Desember 2012. Coordinator : Praditya Dian Tami
Acara terakhir buat LPJ-an,
pembahasan AD/ART hima prancis dan pemilihan kahim baru. Lagi2 ini acara pertama kali diadakan tahun ini.
Dengan waktu dan panitia yangterbatas,,namun acara ini berhasil dilaksanakan. Dan felicitation buat
Indri Novita Sari : the next kahim! :D Semoga tahun depan bisa lebih baik baik
dari segi menejemen organisasinya maupun acara2nya dan pengurus2nya. Untuk
pihak2 yang merasa kurang puas dengan hasil mu-france kami mohon maaf
sebesar2nya mungkin dalam pengambilan keputusan saya kurang bijak, saya sebagai
PJ dari semua kegiatan Himaprodi tahun ini mohon maaf ya... semoga semua hasil
evaluasi thn ini bisa dijadikan pelajaran buat ke depannya.
Semangaaaaat yaaa.... Lanjutkan
perjuangan untuk memajukan Himaprodi Bastra Prancis!