Part II
Hari ke-4 : 12 Februari 2011 Go to Gili Trawangan Island
Hari ini matahari bersinar sangat cerah. Secerah semangat kami untuk menuju tempat yang menjadi tujuan kami selanjutnya : Gili Trawangan. Excited ! menjadi sebuah sensasi tersendiri ketika kami akan mengunjungi sebuah tempat baru.
Dengan menggunakan mobil pick up kami meluncur ke pelabuhan tempat kapal yang akan mengantar kami ke Gili Trawangan. Di atas pick up kami bernyanyi, bercanda, sambil melihat – lihat pemandangan alam sekitar, apalagi ketika kami melewati hutan dan sebuah pantai yang indah. Pantai Malimbu. Mata kami benar – benar dimanjakan dengan pemandangan yang sangat indah dan natural, serta hidung kami dimanjakan dengan udara yang sangat bersih. namun sayang cuaca cukup mendung saat itu.
Gili trawangan merupakan salah satu dari 3 pulau kecil di sebelah barat laut Pulau Lombok. Selain Gili Trawangan ada juga Gili Air dan Gili Meno. Gili Trawangan merupakan salah satu destinasi yang paling digemari oleh para wisatawan mancanegara. Tak disangka saat itu kami bertemu dengan 2 orang turis yang berasal dari Prancis yang ternyata adalah sepasang suami istri yang sedang bulan madu, sehingga kami dapat sekaligus mempraktekkan bahasa yang kami pelajari. Kami pun naik di kapal yang sama dengannya.
Gili sendiri memiliki arti Pulau. Perjalanan laut kami menaiki kapal kecil ini tak berlangsung lama, kalau tidak salah sekitar 1-2 jam. Beruntung cuaca cerah dan laut cukup tenang. Sesampainya di Gili Trawangan kami terpesona pada pemandangan yang ditawarkan oleh pulau yang memiliki panjang 3 km dan lebar 2 km ini, kami seakan – akan berada di sebuah pulau di kawasan Eropa atau Amerika. Bagaimana tidak? Pulau ini dipenuhi dengan wisatawan asing kulit putih yang ingin membuat kulitnya berwarna coklat. :D
Di Gili trawangan kami menginap di sebuah cottage milik teman ayah Pradhita sehingga kami mendapat harga yang cukup terjangkau untuk 2 hari 1 malam. Cottage bernama “turtle” ini memiliki desain yang unik. Bangunannya seperti rumah sasak dengan ijuk sebagai hiasan atapnya. Cottage ini hanya terdiri dari sebuah kamar dan sebuah kamar mandi yang berada di luar kamar dan tidak ada atapnya. O-ow! Hahaha.
Kegiatan kami setelah beristirahat sebentar adalah snorkeling! Yihaaaaa! This is my first time doing this. Dengan menyewa 2 pasang life jacket dan snorkel, kami pun bergantian snorkeling. Pengalaman pertama selalu bikin deg-degan. Menyenangkan sekali bisa melihat terumbu di karang di bawah perairan laut Gili Trawangan. Terumbu karang tersebut harus benar – benar dijaga kelestariannya agar anak cucu kita di masa mendatang juga dapat menikmati keindahannya.
Tak jauh dari penginapan kami, juga terdapat penangkaran penyu. Banyak telur – telur penyu serta anak – anak penyu di sana yang memang dijaga untuk dikembangbiakkan. Anak – anak penyu itu diletakkan di kotak – kotak kaca yang diberi air. Lucu sekali.
Sore harinya, kami menyewa sepeda untuk berkeliling pulau. Kendaraan yang diperbolehkan beroperasi di sana hanya sepeda dan cidomo (sebutan untuk dokar/andong) khas Lombok. Kami melintasi pesisir pantai untuk dapat menikmati matahari terbenam di ujung pulau dekat kawasan hutan. Selama perjalanan bersepeda kami bernyanyi – nyanyi, bahkan beberapa turis prancis di jalan yang mendengar nyanyian kami pun ikut tersenyum dan saling menyapa (saat itu kami menyanyikan “aux champs elysees”).
Kami beruntung sekali saat itu langit cerah sehingga kami dapat menikmati sunset yang indah tersebut.
Subhanallah…le crepuscule etait pittoresque! ^^ Tak heran banyak sekali wisatawan yang berlomba – lomba mengabadikan moment berharga tersebut dengan kameranya. Sejenak aku terdiam memandangi pertunjukan alam tersebut sambil memainkan imajinasiku. Hmmm…..
Gelap mulai turun, kami pun kembali ke penginapan untuk sholat maghrib. Pesan ibu sebelum berangkat selalu terngiang di kepalaku, meski liburan ke mana pun kami pergi, untuk tidak lupa menunaikan kewajiban. Sebagai wujud syukur, karenaNya lah juga kami dapat menikmati keindahan alam ciptaanNya.
Selama perjalanan menuju penginapan, kami melewati deretan pepohonan hutan yang sudah gelap. Kemudian kami melewati deretan pesisir yang sangat indah di malam hari. Ada sebuah pohon besar yang dihiasi lampu warna – warni, restoran di tepi pantai yang didesain khusus : sangat romantis ! Aneka macam penginapan, mulai cottage, bungalow, hotel sampai villa, aneka macam restoran, cafe, dan bar, tempat penyewaan peralatan menyelam, galeri lukisan dan tatoo, kedai suvenir sampai toko buku pun ada. Ini adalah hal khusus yang aku tandai, sangat kontras dengan kebiasaan kita di sini adalah bahwa wisatawan asing meski sedang berlibur tidak pernah lupa untuk membaca buku atau novel. Bahkan aku menjumpai beberapa gadis dan lelaki blonde yang berbahasa spanyol masih membaca novel tebal dalam perjalanan di kapal. Minat baca mereka yang tinggi itu pantaslah kita tiru ^^
Oh ya selain tempat – tempat tersebut, di jalanan yang agak menjorok ke bagian tengah pulau, juga terdapat pemukiman penduduk lokal lho.. mereka kebanyakan bermata pencaharian sebagai pedagang, nelayan, atau bekerja di resort. Tak lupa di sana juga ada sebuah masjid dan rumah sakit.
Ada banyak kegiatan yang bisa dilakukan di sini, antara lain : snorkeling, diving, surfing, bersepeda, berenang, memancing, berkuda, dll. Ada juga lho menyelam bersama hiu.
Setelah dari penginapan, kami melanjutkan kembali mengeksplor suasana malam Gili Trawangan. Kami pun mencoba untuk berhenti di sebuah restoran di tepi pantai dan kami hanya memesan salad buah dan beberapa gelas jus buah. Rasanya harga makanan di sana sangat tidak bersahabat dengan kantong kami yang ala backpacker ini. Hehehe.
Malam semakin larut namun suasana di sana semakin ramai dan heboh. Bar – bar dipenuhi oleh turis asing yang sedang menonton pertandingan sepak bola. Lalu kami berhenti di sebuah gazebo yang didesai khusus untuk pasangan yang sedang berbulan madu. Sepertinya mereka baru saja makan malam romantis di sana. Bahkan mereka mengabadikan kenangan mereka di pasir pantai seperti ini :
Hmmmmm……. Lagi – lagi, imajinasi di kepalaku bermain – main membayangkan makan malam di sini bersamaaaaa……. Ah sudahlah. Sudah cukup sepertinya untuk tidak memperpanjang perasaan itu.
Angin pantai bertiup semilir, bintang – bintang di atas sana berkerlap – kerlip indah dan tak terhalang oleh awan mendung. Aku mulai lelah, namun tidak dengan sahabat – sahabatku yang masih saja ingin terus mengeksplor eksotisme pulai ini. Kulihat jam sudah lewat dini hari. Aku pun mulai merajuk untuk segera kembali ke penginapan. Rasanya penat sekali, sungguh!
Akhirnya kami pun kembali ke penginapan dan tidur. Beberapa saat setelah kami memejamkan mata, entah sudah berapa lama aku tak menyadarinya, sebuah suara membangunkanku. Suara hujan dan angin! Badai! Seketika rasa takut pun menjalariku. Saat itu kulihat jam menunjukkan pukul 3 pagi. Suara botol – botol plastik berjatuhan di kamar mandi di belakang penginapan serta suara pintu yang terguncang angin semakin menambah debar jantungku. Ya Tuhan..aku sangat takut, apalagi posisi kami adalah di sebuah pulau kecil di tengah lautan, kalau tenggelam terkena badai bagaimana, kalau hancur terkena tsunami bagaimana, ah beginilah kecemasan anak kota yang tidak pernah tinggal di pantai sebelumnya. Setelah berdoa dan menenangkan diri akhirnya aku bisa tertidur lagi dan bangun keesokan paginya dengan selamat.
Hari ke-5 : 13 Februari 2011 – Back to Lombok Island
Bonjour Gili Trawangan
Matahari bersinar terang dan langit tampak biru cerah. Pagi yang damai seakan tak ada sisa – sisa badai yang terjadi semalam. Beginikah Gili Trawangan menyimpan misterinya ? Benar – benar takjub ku dibuatnya. Akhirnya pagi itu sebelum kami harus meninggalkan pulau ini, kami sarapan terlebih dahulu. Aku memesan pancake nanas. Hmm…tampaknya lidahku kurang bersahabat dengan nanas, aku pun tak menghabiskan sarapanku itu.
Setelah itu kami berkemas dan menyempatkan untuk berfoto sejenak hingga kapal boot yang akan membawa kami pulang ke Pulau Lombok tiba. Di kapal tersebut lagi – lagi aku takjub, dalam sebuah kapal boot berisi sekitar 20-an orang ini aku melihat manusia dengan berbagai ras, suku, agama, bangsa dan bahasa tumpah jadi satu dengan damai. Menoleh ke kanan, tampak orang – orang berwajah latin berbicara bahasa spanyol, ke kiri tampak orang – orang berwajah amerika berbahasa inggris, ke belakang tampak ibu – ibu pribumi Lombok berbahasa Lombok, sementara kami dari jawa dan berbiacara bahasa jawa. Benar – benar replika miniatur sosial kehidupan berbangsa bernegara tampak di atas papan kayu yang mengapung di atas lautan ini.
Tampaknya kedamaian itu tak berlangsung lama. Lautan tiba – tiba bergelombang besar. Perahu oleng dan berguncang cukup keras. Kata orang – orang ini musimnya cacing laut naik ke permukaan. Entah benar atau tidaknya cerita itu, namun cukup membuatku mual dan deg-degan. Pikiran bagaimana jika kami tenggelam selalu terngiang – ngiang. Akhirnya kami hanya mampu memanjatkan doa sesuai keyakinan kami masing – masing.
Akhirnya kami sampai di pelabuhan dengan selamat. Alhamdulillah. Setelah itu kami melanjutkan perjalanan pulang dijemput dengan pick up yang mengantarkan kami kemarin. Kami kembali melewati jalanan berkelok dengan tebing di sebelah kanan dan jurang di sebelah kiri. Mirip kontur jalanan di Batu-Coban Rondo. Oke perjalanan di laut tadi ditambah dengan perjalanan darat ini total membuat mualku semakin menjadi. Alhasil selama perjalanan pulang itu aku kurang menikmati karena mual dan pusing. Bahkan ketika kami berhenti sejenak di tepi hutan yang banyak terdapat monyetnya,
rasa tidak enak itu tak juga hilang. Selain itu, udara dan cuaca yang panas juga membuatku ingin cepat sampai di rumah Dhita di Mataram dan beristirahat agar esok bisa kembali menyisir sisi lain kehidupan di pulau eksotis ini lagi
Beberapa quotes Ibnu Batutah, seorang petualang asal Maroko mengingatkanku :
Hari ke-4 : 12 Februari 2011 Go to Gili Trawangan Island
Hari ini matahari bersinar sangat cerah. Secerah semangat kami untuk menuju tempat yang menjadi tujuan kami selanjutnya : Gili Trawangan. Excited ! menjadi sebuah sensasi tersendiri ketika kami akan mengunjungi sebuah tempat baru.
Dengan menggunakan mobil pick up kami meluncur ke pelabuhan tempat kapal yang akan mengantar kami ke Gili Trawangan. Di atas pick up kami bernyanyi, bercanda, sambil melihat – lihat pemandangan alam sekitar, apalagi ketika kami melewati hutan dan sebuah pantai yang indah. Pantai Malimbu. Mata kami benar – benar dimanjakan dengan pemandangan yang sangat indah dan natural, serta hidung kami dimanjakan dengan udara yang sangat bersih. namun sayang cuaca cukup mendung saat itu.
Gili trawangan merupakan salah satu dari 3 pulau kecil di sebelah barat laut Pulau Lombok. Selain Gili Trawangan ada juga Gili Air dan Gili Meno. Gili Trawangan merupakan salah satu destinasi yang paling digemari oleh para wisatawan mancanegara. Tak disangka saat itu kami bertemu dengan 2 orang turis yang berasal dari Prancis yang ternyata adalah sepasang suami istri yang sedang bulan madu, sehingga kami dapat sekaligus mempraktekkan bahasa yang kami pelajari. Kami pun naik di kapal yang sama dengannya.
Gili sendiri memiliki arti Pulau. Perjalanan laut kami menaiki kapal kecil ini tak berlangsung lama, kalau tidak salah sekitar 1-2 jam. Beruntung cuaca cerah dan laut cukup tenang. Sesampainya di Gili Trawangan kami terpesona pada pemandangan yang ditawarkan oleh pulau yang memiliki panjang 3 km dan lebar 2 km ini, kami seakan – akan berada di sebuah pulau di kawasan Eropa atau Amerika. Bagaimana tidak? Pulau ini dipenuhi dengan wisatawan asing kulit putih yang ingin membuat kulitnya berwarna coklat. :D
Di Gili trawangan kami menginap di sebuah cottage milik teman ayah Pradhita sehingga kami mendapat harga yang cukup terjangkau untuk 2 hari 1 malam. Cottage bernama “turtle” ini memiliki desain yang unik. Bangunannya seperti rumah sasak dengan ijuk sebagai hiasan atapnya. Cottage ini hanya terdiri dari sebuah kamar dan sebuah kamar mandi yang berada di luar kamar dan tidak ada atapnya. O-ow! Hahaha.
Kegiatan kami setelah beristirahat sebentar adalah snorkeling! Yihaaaaa! This is my first time doing this. Dengan menyewa 2 pasang life jacket dan snorkel, kami pun bergantian snorkeling. Pengalaman pertama selalu bikin deg-degan. Menyenangkan sekali bisa melihat terumbu di karang di bawah perairan laut Gili Trawangan. Terumbu karang tersebut harus benar – benar dijaga kelestariannya agar anak cucu kita di masa mendatang juga dapat menikmati keindahannya.
Tak jauh dari penginapan kami, juga terdapat penangkaran penyu. Banyak telur – telur penyu serta anak – anak penyu di sana yang memang dijaga untuk dikembangbiakkan. Anak – anak penyu itu diletakkan di kotak – kotak kaca yang diberi air. Lucu sekali.
Sore harinya, kami menyewa sepeda untuk berkeliling pulau. Kendaraan yang diperbolehkan beroperasi di sana hanya sepeda dan cidomo (sebutan untuk dokar/andong) khas Lombok. Kami melintasi pesisir pantai untuk dapat menikmati matahari terbenam di ujung pulau dekat kawasan hutan. Selama perjalanan bersepeda kami bernyanyi – nyanyi, bahkan beberapa turis prancis di jalan yang mendengar nyanyian kami pun ikut tersenyum dan saling menyapa (saat itu kami menyanyikan “aux champs elysees”).
Kami beruntung sekali saat itu langit cerah sehingga kami dapat menikmati sunset yang indah tersebut.
Subhanallah…le crepuscule etait pittoresque! ^^ Tak heran banyak sekali wisatawan yang berlomba – lomba mengabadikan moment berharga tersebut dengan kameranya. Sejenak aku terdiam memandangi pertunjukan alam tersebut sambil memainkan imajinasiku. Hmmm…..
Gelap mulai turun, kami pun kembali ke penginapan untuk sholat maghrib. Pesan ibu sebelum berangkat selalu terngiang di kepalaku, meski liburan ke mana pun kami pergi, untuk tidak lupa menunaikan kewajiban. Sebagai wujud syukur, karenaNya lah juga kami dapat menikmati keindahan alam ciptaanNya.
Selama perjalanan menuju penginapan, kami melewati deretan pepohonan hutan yang sudah gelap. Kemudian kami melewati deretan pesisir yang sangat indah di malam hari. Ada sebuah pohon besar yang dihiasi lampu warna – warni, restoran di tepi pantai yang didesain khusus : sangat romantis ! Aneka macam penginapan, mulai cottage, bungalow, hotel sampai villa, aneka macam restoran, cafe, dan bar, tempat penyewaan peralatan menyelam, galeri lukisan dan tatoo, kedai suvenir sampai toko buku pun ada. Ini adalah hal khusus yang aku tandai, sangat kontras dengan kebiasaan kita di sini adalah bahwa wisatawan asing meski sedang berlibur tidak pernah lupa untuk membaca buku atau novel. Bahkan aku menjumpai beberapa gadis dan lelaki blonde yang berbahasa spanyol masih membaca novel tebal dalam perjalanan di kapal. Minat baca mereka yang tinggi itu pantaslah kita tiru ^^
Oh ya selain tempat – tempat tersebut, di jalanan yang agak menjorok ke bagian tengah pulau, juga terdapat pemukiman penduduk lokal lho.. mereka kebanyakan bermata pencaharian sebagai pedagang, nelayan, atau bekerja di resort. Tak lupa di sana juga ada sebuah masjid dan rumah sakit.
Ada banyak kegiatan yang bisa dilakukan di sini, antara lain : snorkeling, diving, surfing, bersepeda, berenang, memancing, berkuda, dll. Ada juga lho menyelam bersama hiu.
Setelah dari penginapan, kami melanjutkan kembali mengeksplor suasana malam Gili Trawangan. Kami pun mencoba untuk berhenti di sebuah restoran di tepi pantai dan kami hanya memesan salad buah dan beberapa gelas jus buah. Rasanya harga makanan di sana sangat tidak bersahabat dengan kantong kami yang ala backpacker ini. Hehehe.
Malam semakin larut namun suasana di sana semakin ramai dan heboh. Bar – bar dipenuhi oleh turis asing yang sedang menonton pertandingan sepak bola. Lalu kami berhenti di sebuah gazebo yang didesai khusus untuk pasangan yang sedang berbulan madu. Sepertinya mereka baru saja makan malam romantis di sana. Bahkan mereka mengabadikan kenangan mereka di pasir pantai seperti ini :
Hmmmmm……. Lagi – lagi, imajinasi di kepalaku bermain – main membayangkan makan malam di sini bersamaaaaa……. Ah sudahlah. Sudah cukup sepertinya untuk tidak memperpanjang perasaan itu.
Angin pantai bertiup semilir, bintang – bintang di atas sana berkerlap – kerlip indah dan tak terhalang oleh awan mendung. Aku mulai lelah, namun tidak dengan sahabat – sahabatku yang masih saja ingin terus mengeksplor eksotisme pulai ini. Kulihat jam sudah lewat dini hari. Aku pun mulai merajuk untuk segera kembali ke penginapan. Rasanya penat sekali, sungguh!
Akhirnya kami pun kembali ke penginapan dan tidur. Beberapa saat setelah kami memejamkan mata, entah sudah berapa lama aku tak menyadarinya, sebuah suara membangunkanku. Suara hujan dan angin! Badai! Seketika rasa takut pun menjalariku. Saat itu kulihat jam menunjukkan pukul 3 pagi. Suara botol – botol plastik berjatuhan di kamar mandi di belakang penginapan serta suara pintu yang terguncang angin semakin menambah debar jantungku. Ya Tuhan..aku sangat takut, apalagi posisi kami adalah di sebuah pulau kecil di tengah lautan, kalau tenggelam terkena badai bagaimana, kalau hancur terkena tsunami bagaimana, ah beginilah kecemasan anak kota yang tidak pernah tinggal di pantai sebelumnya. Setelah berdoa dan menenangkan diri akhirnya aku bisa tertidur lagi dan bangun keesokan paginya dengan selamat.
Hari ke-5 : 13 Februari 2011 – Back to Lombok Island
Bonjour Gili Trawangan
Matahari bersinar terang dan langit tampak biru cerah. Pagi yang damai seakan tak ada sisa – sisa badai yang terjadi semalam. Beginikah Gili Trawangan menyimpan misterinya ? Benar – benar takjub ku dibuatnya. Akhirnya pagi itu sebelum kami harus meninggalkan pulau ini, kami sarapan terlebih dahulu. Aku memesan pancake nanas. Hmm…tampaknya lidahku kurang bersahabat dengan nanas, aku pun tak menghabiskan sarapanku itu.
Setelah itu kami berkemas dan menyempatkan untuk berfoto sejenak hingga kapal boot yang akan membawa kami pulang ke Pulau Lombok tiba. Di kapal tersebut lagi – lagi aku takjub, dalam sebuah kapal boot berisi sekitar 20-an orang ini aku melihat manusia dengan berbagai ras, suku, agama, bangsa dan bahasa tumpah jadi satu dengan damai. Menoleh ke kanan, tampak orang – orang berwajah latin berbicara bahasa spanyol, ke kiri tampak orang – orang berwajah amerika berbahasa inggris, ke belakang tampak ibu – ibu pribumi Lombok berbahasa Lombok, sementara kami dari jawa dan berbiacara bahasa jawa. Benar – benar replika miniatur sosial kehidupan berbangsa bernegara tampak di atas papan kayu yang mengapung di atas lautan ini.
Tampaknya kedamaian itu tak berlangsung lama. Lautan tiba – tiba bergelombang besar. Perahu oleng dan berguncang cukup keras. Kata orang – orang ini musimnya cacing laut naik ke permukaan. Entah benar atau tidaknya cerita itu, namun cukup membuatku mual dan deg-degan. Pikiran bagaimana jika kami tenggelam selalu terngiang – ngiang. Akhirnya kami hanya mampu memanjatkan doa sesuai keyakinan kami masing – masing.
Akhirnya kami sampai di pelabuhan dengan selamat. Alhamdulillah. Setelah itu kami melanjutkan perjalanan pulang dijemput dengan pick up yang mengantarkan kami kemarin. Kami kembali melewati jalanan berkelok dengan tebing di sebelah kanan dan jurang di sebelah kiri. Mirip kontur jalanan di Batu-Coban Rondo. Oke perjalanan di laut tadi ditambah dengan perjalanan darat ini total membuat mualku semakin menjadi. Alhasil selama perjalanan pulang itu aku kurang menikmati karena mual dan pusing. Bahkan ketika kami berhenti sejenak di tepi hutan yang banyak terdapat monyetnya,
rasa tidak enak itu tak juga hilang. Selain itu, udara dan cuaca yang panas juga membuatku ingin cepat sampai di rumah Dhita di Mataram dan beristirahat agar esok bisa kembali menyisir sisi lain kehidupan di pulau eksotis ini lagi
Beberapa quotes Ibnu Batutah, seorang petualang asal Maroko mengingatkanku :
“Traveling, it makes you lonely, then gives you a friend.”
“Traveling, it offers you a hundred roads to adventure and gives your heart wings.”“Traveling, it leaves you speechless, then turns you into a storyteller.”
“Traveling, it captured my heart and now my heart is calling me home.”
“Traveling, it gives you a home in a thousand strange places, then leaves you a stranger in your own land.”
“Traveling, all you have to do is take the first step.”
Bersambung……